Salah satu hal yang saya lakukan jika mengalami writer’s block
adalah mencari teman yang bisa diajak mengobrol. Seperti yang terjadi saat
tengah merevisi proposal riset tentang politik tata kelola air di Sumatera
Selatan. Seorang teman langsung saya hubungi untuk mendapatkan informasi
sekaligus inspirasi. Pengetahuan beliau tentang Palembang dan Sumatera Selatan
sangat luas namun beresiko, karena jika berbincang dengan beliau barang tentu
tidak bisa sebentar. Dalam delapan jam perbincangan yang ditemani entah berapa
belas batang rokok dan berapa cangkir kopi tersebut, teman itu sempat bercerita
bahwa dia mendapatkan cerita dari mendiang sejarawan besar Palembang jika di Belanda terdapat lukisan
mengenai penyerangan VOC ke Palembang pada 1659 yang bisa bikin orang Palembang
meradang. Menurutnya di lukisan itu tergambar adanya gereja portugis tepat di
depan istana penguasa Palembang yang terbakar. Istana tersebut dalam sumber
sejarah Palembang lebih dikenal dengan nama Kuto Gawang.
Lukisan tersebut terdiri dari dua gambar, atas dan bawah, yang menggambarkan peristiwa penyerangan VOC ke Palembang pada 1659. Kedua gambar tersebut selain memiliki perspektif yang berbeda juga merekam waktu yang berbeda saat penyerangan.
Lukisan atas digambarkan dengan perspektif yang berasal dari arah timur menyorot ke barat. Pada gambar tersebut terlihat armada kapal laut VOC masih berada di sekitar Pulau Kemaro dan Plaju. Pada gambar bawah perspektif berasal dari arah selatan, dan menggambarkan armada sedang menggempur benteng Palembang. Lukisan tersebut merupakan hasil cetak gambar menggunakan teknik engraving printing. Sebuah metode cetak dengan terlebih dahulu mengukir plat metal, biasanya berbahan perunggu, lalu permukaannya diolesi cat hitam untuk kemudian ditempelkan ke media kertas atau kain. Hasil dari transfer cetakan tersebut yang kemudian menjadi lukisan.
Lukisan La Ville de Palimbang memunculkan banyak asumsi. Ada anggapan bahwa telah ada pengaruh katolik di Palembang melalui hubungan dagangnya dengan Portugis. Belanda saat itu tengah berkonflik dengan negara Iberia tersebut sehingga bukanlah hal yang aneh jika armada Belanda tanpa ragu menghancurkan benteng atau gereja Portugis. Akan tetapi, La Ville de Palimbang bukan satu-satunya lukisan yang menggambarkan penyerangan VOC ke Palembang pada 1659.
Seorang penjelajah Belanda bernama Johan Nieuhof yang bekerja
untuk VOC pada 1650-1667, mencatat kisah perjalanannya ke berbagai tempat
termasuk Palembang. Setiap mengunjungi suatu daerah baru Nieuhoff akan
mencatat kondisi suatu tempat,
penduduk termasuk kebiasaan dan gaya hidup
penduduk di tempat tersebut, juga mencatat jenis-jenis flora dan fauna yang ditemuinya, dan
yang paling memukau adalah ilustrasi yang ia gambarkan. Kisah penjelajahan
Nieuhof terentang luas yang terlihat pada catatan-catatannya mengenai Brazil, Cina, Asia
Tenggara, India, dan Persia.
Selama berkunjung atau bekerja di Amerika Latin dan Asia, Nieuhof selalu menulis jurnal perjalanan beserta ilustrasinya yang kemudian ia tinggalkan di Belanda saat kepulangannya yang singkat pada 1658. Kumpulan kisah perjalanan itu kemudian yang diterbitkan oleh saudaranya Hendri pada 1665 melalui penerbit Jacob van Meurs dengan judul Het gezantschap der Neêrlandtsche Oost-Indische Compagnie, aan den grooten Tartarischen Cham, den tegenwoordigen keizer van China. Buku tersebut merupakan kumpulan catatan Nieuhoff saat menjadi staf perwakilan VOC untuk Dinasti Qing pada 1654-1657. Melalui buku tersebut, pengetahuan orang Eropa mengenai Cina menjadi lebih luas dan karena catatan tersebut sangat penting saat itu, Van Meurs harus berebut dengan beberapa penerbit lainnya untuk mendapatkan hak ekslusif penerbitan.
Setelah kembali ke Batavia pada 1658, Nieuhof mengunjungi berbagai tempat di kepulauan Nusantara. Catatan Nieuhof itu yang kemudian menjadi rujukan penggambaran masyarakat dan pelabuhan-pelabuhan di Nusantara abad Ke_17. Pada 1663, Nieuhof ditugaskan di Malabar, India Selatan, tetapi ia dipecat oleh VOC pada 1667 karena terlibat dalam penyelundupan mutiara. Setelah dipenjara selama tujuh bulan, nampaknya Nieuhof beredar di antara Srilangka dan Batavia. Pada 1671 Nieuhof kembali ke Belanda dan kepulangannya itu disambut berbagai kalangan yang ingin mendengar cerita petualangannya terbaru. Nieuhof menjadi cukup dikenal setelah bukunya tentang Cina laris terjual bahkan diterbitkan dalam berbagai bahasa. Setahun kemudian Nieuhof meninggalkan Belanda untuk kembali melanjutkan petualangannya di Asia. Kapal yang mengangkut Nieuhof sempat mengunjungi Madagaskar untuk menambah perbekalan. Namun naas, Nieuhof dilaporkan menghilang di pedalaman pulau tersebut saat mencari air bersih. Jasadnya tidak pernah ditemukan.
Bila dibandingkan dengan lukisan La Ville de Palimbang, lukisan De Stadt Palembang lebih dulu dibuat dan yang paling penting ialah lukisan tersebut dibuat oleh saksi langsung peristiwa. La Ville de Palimbang yang terlampir dalam buku catatan perjalanan Albert de Mandelslo harus diberi catatan lebih. Pembuatan peta, atlas, ataupun lukisan oleh orang Eropa abad ke_17 tidak selalu dilakukan oleh orang pertama namun merupakan ilustrasi yang dibuat berdasarkan cerita. Bukan hal aneh jika saat itu para pelaut yang kembali dari perjalanan jauh akan segera didekati oleh pengusaha penerbitan untuk mendapatkan cerita yang akan dirilis menjadi buku atau atlas. Terlebih Mandelslo tidak hidup saat peristiwa penyerangan VOC ke Palembang terjadi, ia terlebih dahulu mati pada 1644.
Dalam tulisan ini saya tidak akan bercerita tentang detail penyerangan tersebut karena runtutan kejadian bisa pembaca dapatkan dari beragam literatur. Catatan primer lainnya mengenai ekspedisi VOC di Palembang bisa juga dibaca pada Dagh-Register van’t Casteel Batavia, kumpulan jurnal laporan dari markas VOC di Batavia. Beberapa karya dari Djohan Hanafiah cukup hidup dalam menggambarkan detail peristiwa, sementara untuk konteks yang lebih luas seperti bagaimana luluh lantaknya Palembang justru disambut perayaan oleh rival sekaligus kerabatnya di Kesultanan Jambi dapat dibaca pada karya Barbara Andaya berjudul To Life as Brothers yang telah dijemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Ombak.
---
ps : beberapa tautan ke dokumen asli saya tempelkan ke tulisan di atas. dikarenakan saya malas mengubah setingan warna untuk kata yang ada tautannya, jadi kursor harus diarahkan ke kata tersebut. kata atau kalimat yang ada tautannya akan nampak kelap-kelip atau meredup dan kursor akan berubah bentuk seperti ini👆