October 30, 2010

Amorfati #4

Amorfati #4
Ukuran : 26 x 19 cm
Jumlah halaman : 40 hlm
Harga : Rp. 10.000

Amorfati edisi empat ini lebih “membumi” dibandingkan tiga edisi sebelumnya yang isinya begitu langitan. Tendensi anarkis insureksionis dalam edisi ini bertemu dengan ilustrasi dan contoh kasus yang lebih cocok dengan kondisi lokal Indonesia daripada memberikan gambaran insureksi di luar negeri, yang mungkin tidak semua orang bisa melihat benang merah antara satu kejadian dengan relevansi hidupnya di sini. Terjadinya kerusuhan di Athena dipicu tertembaknya seorang anarkis muda, namun apa yang bisa dipelajari dari kejadian tersebut bagi kita yang ada di Indonesia? Bukankah di Indonesia hampir setiap harinya anak jalanan harus bersitegang dengan Satpol PP hanya untuk mencari penghidupan?

Seperti penjelasan di halaman awal, Amorfati saat ini dikelola oleh beberapa orang dengan tendesi lebih beragam sehingga cukup memberi pengaruh pada perubahan konten secara keseluruhan. Substansi yang paling penting dari perubahan ini ialah adanya keinginan untuk menggali akar politik yang bersifat anti otoritarian yang salah satunya melalui penyajian sejarah dan peristiwa lokal. Kenapa saya mengatakan sejarah lokal? bangkitnya perlawanan di sebuah daerah terhadap pemerintah pusat atau otoritas negara tidak pernah ditulis secara memadai sebagai akibat hegemoni nasionalisme. Cerita sejarah tersebut hanya berputar di area lokal diceritakan dari mulut ke mulut, tapi tidak jarang disangkal oleh pemerintah pusat meskipun peristiwa tersebut nyata terjadi.

Peristiwa tiga daerah yang terjadi pada masa revolusi kemerdekaan, adalah salah satu sejarah yang diingkari oleh sejarah resmi versi negara. Beruntung masih ada Anton Lucas, seorang sejarawan Australia yang menelitinya dan kemudian membukukannya. Di Amorfati edisi ini, peristiwa tiga daerah kembali diulas, dengan mengkorelasikannya pada perlawanan masyarakat terhadap institusi negara hari ini. Anggap saja peristiwa tiga daerah adalah petunjuk bahwa sejak negara ini diakui merdeka, para petani dan lumpen telah terbiasa melawan otoritas, dan kini perlawanan itu masih terjadi dengan latar belakang kontemporer. Tercatat beberapa essai serta interview mengenai gerakan perlawanan dari beberapa daerah dimuat di Amorfati, seperti perlawanan di Kulon Progo, Takalar, Makassar, dan Deli Serdang.

Edisi ini ditambah juga review filmnya James Cameron, Avatar, buku Letter of Insurgents dan review album Kamar Gelap (2008) dari Efek Rumah Kaca yang terlalu maksa untuk dimuat sebab reviewnya terlalu biasa, kadaluarsa, dan semua orang sudah tahu ERK seperti apa. Ada beberapa tulisan lagi di terbitan yang kini tampil seperti majalah. Isinya memang tidak sebanyak edisi sebelumnya, tapi ya seperti sudah saya bilang di awal, Amorfati kini lebih “membumi”.

No comments:

Post a Comment