Sekitar
tahun 2002-2004, di saat zine-zine lokal masih begitu politis dan tema-tema
anarkis mendominasi di jejeran terbitan zine/newsletter, lalu ada satu terbitan
zine yang mempunyai perspektif berbeda dibanding zine lainnya yang terbit saat itu. No Compromise
(selanjutnya akan disingkat NC) hadir jauh sebelum scene underground diramaikan dengan istilah metal satu jari atau gerakan
anak punk yang tobat namun tetap ingin diakui eksistensi ke’punk’annya. Ketika
Jaringan Islam Liberal ataupun gerakan penolakannya ITJ masih sesuatu yang
asing di telinga anak muda, dan saat pertobatan-pertobatan ala rockstar belum
ramai, zine ini sudah lebih dulu menolak liberalisme dalam arti yang lebih luas,
bukan sekadar arti sempit liberal atau pluralisme yang sekarang begitu ramai
dibincangkan santri dadakan.
NC
menyajikan kritik-kritik politisnya berangkat dari perspektif keIslaman. NC menyadarkan bahwa dinamika ajaran Islam
sebenarnya menyediakan landasan pemikiran untuk menganalisa kondisi sosial-ekonomi-politik
yang aktual. Karena itu isinya tampil begitu variatif, tidak melulu
menghadirkan kisah ketidakadilan yang dialami oleh umat Muslim di berbagai
belahan dunia, tetapi juga mengajukan ijtihad
melalui analisanya. NC berbicara tentang propaganda AS, kapitalisme, filsafat
barat, Ali Syariati, hak paten, bahkan wawancara dengan grup rap muslim Soldier
of Allah, dan lain sebagainya.
Karena itu
setelah 10 tahun zine ini mati, lalu ada yang melanjutkannya di edisi kelima
maka muncul ekspektasi kalau terbitan yang paling baru ini akan sekeren yang
dulu. Ternyata ekspektasi saya salah.
NC#5 menyibukan
diri untuk mengkritik anarkis sekaligus berceramah kepada anak muda yang masih
tertarik dengan imaji pemberontakan di luar radikalisme Islam versi editornya
NC. “ceramah” di edisi teranyar ini terasa basi karena, pertama, kritik
terhadap gerakan anarkis adalah hal lama yang pada edisi #3 dan #4 telah banyak
disentuh tanpa harus seakan-akan bilang, “ah ngapain sih anarkis-anarkisan,
lagian kami lebih radikal daripada kalian wahai kaum anarkis!”. Kedua, apa yang
komunitas anarkis ataupun hc/punk lakukan yang dikritik pada NC #5 adalah hal
yang ramai beberapa tahun lalu, tetapi sudah berbeda sekarang ini, apalagi sejak banyak anak punk kemudian lebih memilih memuja berhala baru bernama JKT48. Subcommandante
Marcos, Food Not Bomb, vandalisme, atau semacam Shop Lifting sampai sekarang
memang masih seru tetapi dinamika dan wacana yang hadir sudah jauh berkembang
dan bervariasi dibanding apa yang disebutkan di NC#5, dan sialnya editor NC #5 masih
juga menggunjingkan hal-hal tersebut seakan tahun ini masih di tahun SBY
terpilih sebagai presiden untuk pertama kalinya.

Mengkomparasikan
FNB dengan zakat sebagai perilaku filantropis adalah sesuatu yang aneh. Zakat
mempunyai fiqihnya tersendiri yang mengatur tentang pendistribusian harta
kekayaan seorang muslim, tidak sebagai kegiatan sedekah semata. Bahkan untuk
seorang muslim yang telah mencapai kondisi tertentu, pada segala profesi, zakat
menjadi wajib. Di saat badan terpercaya penyalur zakat seperti Rumah Zakat belum
hadir dan modernitas belum menyita waktu umat muslim untuk bekerja, pendistribusian
zakat utamanya dilakukan sendiri oleh orang yang ingin berzakat. Tujuannya bukan
sekadar urusan ibadah, tapi ada dampak sosial positif yang hadir tatkala
seorang muslim berbagi dengan dan bersilaturahmi dengan seorang muslim lainnya.
Itu dampak zakat di ruang sosial, belum lagi dampak zakat pada perputaran
ekonomi, sehingga zakat tidak begitu saja hanya disebut sebagai tindakan
filantropis.
Pengadvokasian
Jihad pada NC#5 juga bisa dilihat dengan ditampilkannya beberapa profil
“komandan” yang muncul dari konflik-konflik yang pernah meledak. Ditambah pada
glosarium yang menjelaskan beberapa istilah dalam Jihad, yang seolah-olah
perjuangan umat Islam yang pernah ada hanyalah melalui peperangan. Itu pun
penjelasan yang dihadirkan hanya bagian radikalnya saja, sehingga konteks
bagaimana munculnya “regulasi” Jihad dan peperangan dalam Islam menjadi
tercerabut. Sampai di sini saya berasa sedang membaca situs Arrahmah, PKS
Pyongyang, ataupun VOA-Islam yang gencar mempropagandakan Islam “hardcore”.
NC yang dulu
begitu keren karena NC yang dulu tidak sekonyong-konyong bermain-main dengan
istilah “kafir” dan “jihad” secara vulgar. Apa yang saya baca dulu adalah NC
yang mengajak pembacanya untuk berpikir, sedangkan yang sekarang adalah NC yang
mengajak berperang tanpa banyak berpikir. Sehingga saya sedikit ragu apakah yang
menerbitkan NC #5 adalah kolektif Liberation Youth yang sama yang menerbitkan
empat terbitan NC terdahulu atau hanya orang lain yang meminjam nama NC. Jika
membandingkannya dengan terbitannya yang lama, dilihat dari kualitas tulisan
dan isi, saya bisa bilang jika terbitan terbaru ini begitu menyedihkan.
---------------------------------------
No Compromise #5 untuk versi PDFnya bisa diunduh di sini
---------------------------------------
No Compromise #5 untuk versi PDFnya bisa diunduh di sini
resensinya bagus. jujur dan obyektif. meski beberapa hal saya kurang sependapat, tapi saya respek.
ReplyDeleteterima kasih sudah berkunjung.
Delete